Efek Peningkatan Kualitas Citarasa terhadap Status Kesehatan Pasien di Rumah Sakit
Makanan di
rumah sakit
saat ini
cenderung tidak enak,
sehingga tidak aneh
jika pasien sering tidak
menghabiskan porsi
yang disajikan. Padahal
makanan sangat penting
dalam mendukung
proses penyembuhan
pasien. Hal tersebut
diungkapkan oleh
Peneliti SEAFAST
Center IPB –Prof. Nuri
Andarwulan dalam
Pelatihan Kuliner
Mengangkat Mutu
Makanan Rumah Sakit
yang diselenggarakan
oleh Yayasan Gizi
Kuliner dan Poltekkes di
Malang dan Semarang
beberapa waktu lalu.
Acara tersebut juga
didukung oleh PT
Ajinomoto Indonesia.
Menurut Nuri,
makanan yang
menyehatkan dan enak
dapat mendukung
pasien makan lebih
baik. “Akibatnya
asupan gizi menjadi
lebih tercukupi dan
dapat membantu proses
penyembuhan,” kata
Nuri. Sayangnya, data
yang ada menunjukkan
lebih dari 50% pasien
tidak menghabiskan
makanannya dan
menyatakan bahwa
makanan tidak enak.
“Saat ini makanan rumah
sakit lebih dirancang
dengan memperhatikan
sisi kesehatan daripada
kualitas rasa,” tutur
Nuri. Akibatnya rasa
kurang enak. Hal ini
menyebabkan tujuan
dari perancangan menu
tersebut tidak tercapai.
Nuri beserta
timnya kemudian
Efek Peningkatan Kualitas Citarasa terhadap
Status Kesehatan Pasien di Rumah Sakit
melakukan penelitian
untuk mengetahui efek
peningkatan kualitas
citarasa terhadap status
kesehatan pasien.
Tujuannya adalah
mendapatkan data jenis
makanan rumah sakit
pada menu harian yang
dapat ditambahkan
bumbu untuk
meningkatkan kualitas
citarasa; dan menganalisis
efek peningkatan
kualitas citarasa
makanan terhadap
asupan makanan, zat
gizi, status kesehatan
(berat badan, IMT), dan
durasi perawatan pasien.
Hasilnya adalah, dengan
meningkatkan salah satu
jenis makanan saja dapat
memberikan perubahan
yang luar biasa.
“Pasien yang mendapat
perlakuan –dimana
makanannya mendapat
tambahan bumbu,
ternyata mengonsumsi
makanan jauh lebih
banyak dari pasien
kontrol yang makanannya
tidak mendapatkan
penambahan bumbu,”
ungkap Nuri. Hal
ini berdampak pada
pemenuhan protein,
karbohidrat, lemak, dan
zat gizi mikro yang lebih
baik pada pasien yang
mendapat perlakuan.
Akibatnya berat badan
pasien dengan perlakuan
mengalami peningkatan,
sebaliknya berat badan
pasien kontrol justru
menurun.
Efek positif lainnya
adalah masa rawat pasien dengan perlakuan
terbukti lebih singkat
dengan pasien kontrol.
“Hasil ini tentu dapat
menghemat biaya
perawatan di rumah
sakit,” kata Nuri.
Hal senada juga
diungkapkan oleh
Ahli Diet Spesialisasi
Kuliner –Tuti Soenardi.
Sangat penting untuk
menghasilkan makanan
enak di rumah sakit.
Oleh sebab itu Tuti
memberikan pesan
kuliner untuk rumah
sakit, diantaranya
adalah memilih bahan
berkualitas, segar, dan
aman; menerapkan
persiapan dan
pengolahan yang aman;
serta mengolah secara
tepat sesuai metode
dan sistem pengolahan
yang benar untuk
menghasilkan makanan
aman, nikmat, dan
sesuai dengan tujuan
penyakit. “Kondisi
makanan di rumah
sakit telah berkembang
sesuai pesan kuliner,
namun tetap perlu
ditingkatkan. Salah
satu caranya adalah
dengan berkolaborasi
antara ahli diet atau gizi
dengan kuliner,” kata
Tuti.
Selain di Malang dan
Semarang, pelatihan
tersebut rencananya juga
akan diselenggarakan
di Jakarta. Pelatihan
tersebut dapat menjadi
sarana bagi ahli gizi
di rumah sakit dalam
memperbaiki mutu
makanan di rumah sakit.
Fri-09