Pelabelan Alergen, Haruskah Mandatory?
Alergi pangan menjadi perhatian yang cukup serius di dunia saat ini. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM RI, menyebutkan bahwa data dari World Allergy Organization menyebutkan prevalensi alergi mencapai 30-40% dari total populasi dunia pada 2011.
"Selain itu, Center for Disease Control and Prevention juga menyebutkan angka kejadian alergi yang meningkat tiga kali lipat dari 1993 hingga 2006," tutur Roy dalam Seminar FOODREVIEW INDONESIA 'Understanding and Managing Allergens in the Food Industry' pada 26 September lalu di IPB International Convention Center Bogor. "Di Indonesia, PD PERSI memperkirakan kasus alergi mencapai 30% per tahun," tambah Roy.
Di beberapa negara, pelabelan alergen telah diwajibkan. Sedangkan di Indonesia, masih bersifat sukarela. "Perlu diskusi lebih lanjut antara regulator, pelaku usaha, akademisi, dan masyarakat mengenai pilihan untuk menjadikan pelabelan alergen sebagai aturan wajib atau tetap sukarela," kata Roy.
Sementara itu, Allergen Scientific Risk Analysis Consultant -Dr. Simon Brooke-Taylor, pada kesempatan yang sama juga menyebutkan, bahwa setiap negara memiliki kebijakan yang spesifik terkait komponen alergen. "Misalnya di Uni Eropa, mereka mempertimbangkan tree nuts, celery, lupins, dan mustard sebagai komponen alergen yang wajib dicantumkan di label," tutur Simon. Untuk mendukung kegiatan pelabelan alergen tersebut, kemudian dikembangkanlah VITAL Systems yang terdiri dari empat elemen, yakni ingredient and processing impact assesment, compare with VITAL Grid, identify action levels & recommended labelling; dan record assumptions, validate, monitor.
Materi Seminar "Understanding and Managing Allergens in the Food Industry" dapat didownload di sini. @hendryfri