BETA-KAROTEN: Pigmen Alami Fungsional



Oleh Widya Dwi Rukmi Putri 
Guru Besar Departemen Ilmu Pangan dan Bioteknologi  Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Ketua PATPI Cabang Malang

Beta-karoten, pigmen alami kelompok karotenoid, tak hanya memberikan warna kuning hingga oranye cerah pada berbagai komoditas pangan. Senyawa ini juga dikenal sebagai bioaktif yang menyehatkan, menjadikannya mempunyai peran ganda, pewarna alami dan ingridien fungsional.

Pigmen ini memberikan warna kuning hingga oranye cerah pada berbagai jenis komoditas, termasuk buah, sayur ataupun ubi-ubian. Warna khas beta-karoten berasal dari struktur kimianya yang tersusun atas rantai panjang ikatan rangkap terkonjugasi, yang juga berkontribusi terhadap sifat antioksidannya. Hal inilah yang menyebabkan semakin meningkatnya ketertarikan konsumen terhadap produk-produk pangan yang memiliki warna kuning, oranye atau jingga, terutama apabila warna tersebut berasal dari pigmen alaminya.

Peran fisiologis beta-karoten dalam tubuh
Beta-karoten memiliki berbagai peran penting dalam menjaga kesehatan fisiologis tubuh manusia. Salah satu fungsi utamanya adalah sebagai prekursor vitamin A, yang dihasilkan melalui konversi metabolik di usus dan hati. Vitamin A yang terbentuk ini berperan dalam berbagai proses biologis vital, seperti mempertahankan ketajaman penglihatan, memperkuat respons imun, dan menjaga keutuhan jaringan epitel. Dalam kondisi defisiensi vitamin A, konversi ini menjadi semakin penting, karena cadangan retinol dalam hati cenderung menurun. Beta-karoten disimpan terutama dalam jaringan adiposa, yang menyimpan hingga 85% total beta-karoten tubuh.

Selain perannya sebagai prekursor vitamin A, beta-karoten juga dikenal sebagai antioksidan kuat. Dalam lingkungan dengan kadar oksigen rendah, akan mampu menetralkan radikal bebas dan mencegah kerusakan oksidatif pada sel, suatu mekanisme penting dalam mencegah penyakit degeneratif seperti kanker dan gangguan kardiovaskular. Tak hanya bekerja sendiri, beta-karoten juga memperkuat aktivitas antioksidan zat gizi lain, terutama vitamin E, dengan membantu regenerasi bentuk aktifnya. Konsumsi beta-karoten yang cukup, terbukti membantu memperbaiki respons imun dan mengurangi inflamasi, sehingga mendukung perlindungan tubuh terhadap infeksi. Di sisi lain, efektivitas beta-karoten dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh bentuk isomer yang dikandungnya serta cara pengolahan dan konsumsi, termasuk kehadiran lemak dalam makanan yang dapat meningkatkan penyerapan karena sifatnya yang larut dalam lemak. Oleh sebab itu, strategi diet yang tepat sangat diperlukan untuk mengoptimalkan manfaat fisiologis beta-karoten

Bioavailabilitas dan stabilitas beta-karoten
Bioavailabilitas beta karoten tergantung pada berbagai faktor seperti sumber atau jenis pangan, struktur makanan, cara pengolahan, dan kandungan zat lain dalam makanan.

  • Bahan pangan sumber beta-karoten mempengaruhi seberapa besar senyawa ini dapat diserap tubuh. Beta-karoten yang berasal dari campuran bahan pangan memiliki bioavailabilitas yang rendah, hanya sekitar 14%, terutama pada kelompok konsumen dengan gangguan penyerapan usus. Sebaliknya, beta-karoten yang terkandung dalam makanan utuh yang dikonsumsi tunggal seperti ubi jalar oranye dan wortel lebih mendukung penyerapan oleh tubuh
  • Sifat lipofilik (larut dalam lemak) beta-karoten juga mempengaruhi penyerapan. Adanya lemak dalam makanan dapat meningkatkan penyerapan beta-karoten secara signifikan. Misalnya, menambahkan alpukat pada makanan yang kaya beta-karoten terbukti dapat meningkatkan kadar beta-karoten dalam darah. Oleh karena itu, konsumsi beta-karoten sebaiknya disertai dengan lemak yang sehat
  • Formulasi beta-karoten dengan senyawa bioaktif lain seperti vitamin E (tokoferol) atau kurkumin dapat meningkatkan potensi antioksidannya sekaligus memperbaiki penyerapannya. Kombinasi ini tidak hanya melindungi beta-karoten dari oksidasi tetapi juga meningkatkan manfaat kesehatannya secara keseluruhan dalam aplikasi pangan fungsional 
  • Proses pengolahan makanan berperan penting dalam meningkatkan kecernaan beta-karoten. Pemanasan seperti pengukusan atau perebusan dapat membantu melepaskan beta-karoten dari dinding sel bahan pangan, sehingga lebih mudah diserap saat dicerna. Namun, jika suhu terlalu tinggi atau waktu pemanasan terlalu lama, beta-karoten dapat mengalami kerusakan. Beberapa metode pengolahan dilakukan untuk meningkatkan bioavailabilitasnya, diantaranya, teknologi nanoemulsi yang dapat melindungi beta-karoten dari kerusakan selama penyimpanan dan meningkatkan penyerapannya di saluran pencernaan. Selain itu, penggunaan pembawa berbasis lipid atau gel juga membantu menjaga stabilitas dan kelarutan beta-karoten dalam produk pangan berbasis air, meskipun beta-karoten sendiri bersifat tidak larut dalam air.  


Tepung ubi jalar oranye kaya beta-karoten
Beta-karoten dari ubi jalar oranye adalah aset gizi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan secara maksimal. Dengan pemahaman akan teknik pengolahan yang tepat, terutama pre-treatment termal yang sederhana namun efektif, kita dapat mempertahankan nilai gizi sekaligus memperpanjang umur simpan produk pangan berbasis ubi jalar. Salah satu metode pengolahan untuk memperluas pemanfaatan ubi jalar oranye ini adalah dengan mengolahnya menjadi tepung. Tepung ubi jalar oranye hasil pengolahan dengan praperlakuan termal kini banyak dikembangkan sebagai bahan baku berbagai produk fungsional. Selain warnanya yang menarik, tepung ini menawarkan kandungan β-karoten yang tinggi, indeks glikemik rendah, serta bebas gluten. Produk-produk seperti mi oranye, biskuit sehat anak, kukis bebas gluten, brownies rendah gula, hingga bubur instan kini sudah banyak diproduksi dari tepung ubi jalar oranye. Tak hanya di industri besar, peluang pengembangan ini juga terbuka luas bagi UMKM dan industri rumahan. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan tepung ubi jalar oranye dalam campuran tepung terigu hingga 30% tidak hanya meningkatkan kualitas gizi produk, tetapi juga memberikan warna alami tanpa pewarna sintetis 

Dalam proses pembuatan tepung ubi jalar kuning atau oranye, tahap awal berupa praperlakuan pemanasan (thermal pre-treatment) sangat krusial untuk menjaga kestabilan β-karoten selama pengeringan dan penyimpanan. Tujuan utama dari perlakuan ini adalah menginaktivasi enzim degradatif seperti lipoksigenase dan peroksidase, yang dapat memicu oksidasi β-karoten saat pengolahan berlangsung.

Beberapa metode praperlakuan yang telah terbukti efektif antara lain:

  1. Blansir (blanching), proses pencelupan irisan ubi ke dalam air panas, selama 1–3 menit. Blansir mampu menonaktifkan enzim, mengurangi mikroorganisme, dan memperlambat reaksi degradasi beta-karoten saat pengeringan. Blansir dalam larutan asam sitrat juga dapat menstabilkan warna dan memperlambat reaksi oksidatif.
  2. Perebusan singkat (short boiling), perebusan dalam air mendidih selama 5–10 menit dapat mengurangi kehilangan beta-karoten dibandingkan perebusan dalam waktu lama. Perebusan ini membantu memecah dinding sel, memudahkan pengeringan, serta menghambat aktivitas enzim. 
  3. Pengukusan (steaming), metode ini relatif lebih ringan efeknya dibandingkan perebusan karena tidak melibatkan kontak langsung dengan air. Pengukusan pada suhu 100°C selama 5–10 menit juga terbukti efektif dalam mempertahankan kandungan beta-karoten, sekaligus menjaga tekstur dan warna ubi yang akan dikeringkan.  
  4. Perendaman dengan bahan pengasam, car aini dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengontrol pH enzim. Tingkat keasaman media sangat mempengaruhi aktivitas enzim polifenol oksidase, di mana enzim ini sangat aktif dalam rentang pH netral hingga asam. Perendaman ubi jalar dalam larutan asam sitrat atau sodium acid pyrophosphate (SAPP) dengan konsentrasi 2-3%, selama 15 – 30 menit menit cukup efektif dalam menjaga warna dan kestabilan betakaroten. 

Setelah tahap praperlakuan, ubi jalar biasanya dikeringkan menggunakan oven bersuhu rendah atau cabinet dryer untuk mempertahankan stabilitas beta-karoten. Penggunaan suhu rendah dengan waktu pengeringan yang diperpanjang terbukti lebih efektif dalam mempertahankan pigmen dibandingkan pengeringan suhu tinggi dalam waktu singkat.  

Pemanfaatan ubi jalar oranye tinggi beta-karoten sebagai solusi pangan lokal telah berhasil dilakukan di berbagai negara. Strategi serupa dapat diterapkan di Indonesia, terutama di daerah dengan prevalensi stunting dan kekurangan vitamin A yang tinggi. Melalui integrasi antara riset ilmiah, teknologi pangan lokal, dan penguatan ekonomi masyarakat, ubi jalar oranye dapat bertransformasi dari pangan tradisional menjadi solusi fungsional dalam membangun ketahanan gizi dan kemandirian pangan nasional. 


Referensi:
Bohn, T., Desmarchelier, C., El, S., Keijer, J., Schothorst, E., Rühl, R., … & Borel, P. (2019). Β-carotene in the human body: metabolic bioactivation pathways – from digestion to tissue distribution and excretion. Proceedings of the Nutrition Society, 78(1), 68-87. https://doi.org/10.1017/s0029665118002641

Chen, Q., Wu, B., Pan, D., Sang, L., & Chang, B. (2021). Beta-carotene and its protective effect on gastric cancer. World Journal of Clinical Cases, 9(23), 6591- 6607. https://doi.org/10.12998/wjcc.v9.i23.6591

Suryana, M., Haziman, M., Islamawan, P., Hariadi, H., & Yusuf, D. (2023). Use of beta-carotene pigment to improve food product chemical and sensory qualities: a review. Journal of Functional Food and Nutraceutical. https://doi.org/10.33555/jffn.v4i2.92

Tufail, T., Ain, H., Noreen, S., Ikram, A., Arshad, M., & Abdullahi, M. (2024). Nutritional benefits of lycopene and betacarotene: a comprehensive overview. Food Science & Nutrition, 12(11), 8715-8741. https://doi. org/10.1002/fsn3.4502