Saatnya Ingridien Pangan Lokal Tampil ke Depan
Produksi pangan tak akan lepas kaitannya dengan penyediaan bahan baku yang lebih cocok disebut sebagai ingridien pangan. Menurut Direktur SEAFAST Center IPB Prof. Purwiyatno Hariyadi, ingridien pangan memiliki definisi bahan-bahan yang digunakan untuk keperluan produksi pangan di antaranya yaitu bersumber dari hewani, nabati, hasil fermentasi, sintetik, bahan tambahan pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan ini digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan, maupun bahan penolong agar proses pengolahan pangan lebih mudah. Hal itu disampaikan Purwiyatno dalam jumpa pers menyongsong penyelenggaraan pameran Food Ingredients Asia yang akan dilangsungkan pada 15-17 Oktober 2014 mendatang di Kemayoran Jakarta. Narasumber yang juga hadir dalam acara itu yakni pengurus GAPMMI Lena Prawira dan Direktur Pengembangan Usaha, UBM Asia Rungphech Rose Chitanuwat.
Perkembangan jaman membuat konsumen saat ini lebih kritis dan pintar dalam memilah pangan yang akan dikonsumsi sehingga bukan aspek rasa enak saja yang menjadi pertimbangan pembelian namun juga mencakup pangan yang fungsional, praktis, dan dapat membantu kinerja. Ingridien pangan yang dapat memenuhi syarat permintaan konsumen ini dapat dipenuhi dengan sumber daya yang ada dalam negeri karena Indonesia memiliki potensi besar pada sektor ini. Purwiyatno mencontohkan, tokotrienol dan karoten yang laris manis dijual di pasaran dengan harga melambung. Komponen ini memiliki kemampuan antioksidan yang tinggi sehingga dapat menghambat proses oksidasi dalam tubuh penyebab berbagai macam penyakit degeneratif dan penuaan dini.
Biasanya karoten di pasaran diekstrak dari wortel dengan 400 mikrogram RE/100 g edible portion. Padahal Indonesia memiliki sumber ingridien pangan lain dengan kandungan karoten yang jauh lebih tinggi yaitu minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) sebesar 6000-7000 mikrogram RE/100 g edible portion dan buah merah (Pandanus conoideus) yang lebih tinggi lagi yaitu 99000-123000 mikrogram RE/100 g edible portion.
Potensi lainnya ialah pembuatan cocoa butter. Ia memaparkan, cocoa butter merupakan lemak spesial yang dapat dibuat dari minyak sawit. Produk yang dihasilkan dapat berupa CBS (Cocoa Butter Substitute), CBR (Cocoa Butter Replacer), dan CBE (Cocoa Butter Equivalent). Nilai tambah produk ini sangat tinggi karena memiliki sifat yang unik yaitu berbentuk padat pada suhu ruang dan meleleh seketika pada suhu tubuh yang biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan cokelat dengan kualitas bagus. Namun saat ini pengolahan minyak sawit ini masih sekedar pembuatan minyak goreng dan CPO (Crude Palm Oil). Potensi yang sangat besar ini dimiliki Indonesia dan ironinya ialah kita memiliki potensi tersebut namun masih belum dapat mengolahnya sehingga belum dapat mencicipi kekayaan milik tanah air sendiri secara utuh. yustika